Selasa, 14 Desember 2010

Saat Yang Tepat (GPMB part 1)

Gak kerasa sudah sampai sejauh ini perjuangan gw. Rasanya gw mau kembali lagi di saat pertama kali gw latihan buat GPMB atau saat jaman2nya audisi. Atau bahkan saat awal tahun ngadain rapat mau ikut GPMB ato ga. Semua itu berlalu dengan TIDAK HANYA begitu saja. Banyak pengalaman, banyak cerita, perjuangan, pengorbanan, penderitaan, kesenangan, kehedonan, kedodolan, kecacatan, kegalauan, ke-labilan, ke-autisan, dan lain-lain, yang kita lalui bersama.

Mungkin, pertama2 gw cerita dari gw sebagai 2008 nya kali ya. Mulai dari waktu itu kita kumpul di rumah cea. Temanya, rapat konsolidasi 2008. Bahasannya diselipin sdikit tentang GPMB. Berharap semua yang hadir saat itu pada ikutan maen semua. Trus, udah beres, ga jelas ga jelas,, yang akhirnya kita keluar tengah malem jam 12-an (kayaknya). Men! dingin abiss!! Kita ke wilayah atas-atas gitu (gw ga tau namanya, sebut saja A). Ini pertama kalinya gw keluar tengah malem, ramean, ke "wilayah A" itu,, lembang kayaknya, tau deh.. dan menggila bareng!!! Singgah di suatu tempat, pada makan mie, ada juga bajigur, bandrek, dll. Dann,, puncaknya adalah penampilan Ridho yang "OKS" banget!! :p


Trus, abis itu, pemilihan pimro (btw, gw randon aja nih yaa ceritanya,, lupa lupa inget kalo berdasarkan urutan). Yak, antara Imam, Teiza, dan Harina. Dengan berbagai pertimbangan yang cukup memakan waktu karena pertimbangan pemilihan yang awalnya dinilai kurang efektif, namun untungnya ada sedikit pencerahan dari Asep, sehingga akhirnya terpilihlah Harina Wulan Sari sebagai pimpronya (weee prokprokprok)... Jujur dari dalam hati gw, gw pengen, apapun yang terjadi, 2008 yang harus jadi pimpronya. Itu dari gw pribadi. Jangan tanya alasannya karena sebenernya gw juga ga tau. Hati gw mengatakan pimpronya harus dari 2008. Siapapun itu. Mungkin tiba2 Sheila atao Vincent ato siapa gitu yang jarang keliatan tiba2 daftar jadi pimpro, gw dukung sepenuhnya kalo dia emang calon tunggal dari 2008. (maaf lebay). Maaf, bukannya gw bermaksud untuk maen angkatan atau membatasi atau membeda-bedakan atau ada niatan muncul gap. GAK, gak sama sekali. Bukan itu! It's just what my heart says, and mw desire wants.Bukan egois, bukan apa, tapi ada kalanya lw menginginkan sesuatu yang hati lw pengen tanpa tahu alasannya kenapa. Just listen to your heart! Tapi sebenernya si pas musyawarah pemilihannya gw ga ngapa2in, ga banyak bersuara, cuma banyak berharap doang (haha, jangan diikutin). Dan alhamdulillah, Harina yang terpilih.

Selanjutnya, la la la, latian latian latian, audisi. Eh, trus, kurang orang nih ceritanya. Dari tim pelatih "meminta" brass  minimal 36 orang. Tapi yang ikut "audisi" (kalo di brass si katanya bukan audisi, cuma evaluasi aja pada akhirnya), cuma sedikit. Trus habis itu, melon ngadain kumpul bareng. (ini bener2 randon, gw lupa runutannya.haha). Trus, pagi-pagi nya gw inget banget, di rumah cea, kita nge-list orang-orang, siapa2 aja yang bakal jadi sasaran, kita incer buat diajak maen bareng. Berdasarkan sasaran awal si ada 36 orang lebih.

Dah, itu, yaa.. Trus, abis itu, latian latian latian, eh, ada masalah lagi, orang-orangnya masih aja jarang dateng (yang udah bilang mau maen). Oleh karena itu, diadakan rapat penentuan ikut GPMB. Ini sebenernya gw kesel banget. Kenapa musti ada rapat2 penentuan lagi dah. Emang ada kemungkinan ga bakalan ikut?? kalo gt, ngapai dari kemaren2 latihan? yaaa.. kasian aja yang udah rajin latihan. Trus....



to be continued....

Senin, 06 Desember 2010

melihat mata itu lagi

knapa gw melihat mata itu lg? Saat gw sudah mulai akan mau bsa melupakan.. hiks :((



saya ssss............................

26 Desember 2010.. 6 bulan untuk 12 menit???



6 bulan untuk 12 menit?? Jadi inget, 4 tahun yang lalu, dulu gw juga pernah mengalami rangkaian perjuangan yang sangat keras dan pnuh dengan liku masalah. 26 Februari 2006. Kalo ditelaah, mungkin proses kejadiannya persis sama dengan perjuangan yang saat ini sedang gw jalani. 6 bulan perjalanan, dengan 2 bulan terakhir dipenuhi oleh padatnya jadwal latihan. Dan sebulan terakhir benar-benar digencet habis-habisan untuk membuat para pelatih merasa puas melihat apa yang kami tampilkan.

Bedanya, dulu, 6 bulan untuk 10 menit. Hanya 10 menit. Kami latihan di bawah teriknya matahari, walau diguyur hujan tetap saja latihan, tidur siang di lapangan (nama lapangannya lapangan Ahmad Yani), dilengkapi dengan hujatan-hujatan, tamparan-tamparan, hukuman-hukuman, push-up, lari keliling lapangan. Tapi kami melakukannya dengan senang, dengan ikhlas. satu untuk semua, semua untuk satu,, one for all, all for one. Itulah symbol perjuangan kami. Saat lelah, saat ada yang mengeluh, pasti ada saja yang nyeletuk mengatakan hal itu. Ibaratnya, kami seperti sebuah rantai yang tidak akan pernah putus. Salah satu dari mata rantai itu putus, maka akan hancur semua.

Saat hitungan hari menjelang lomba, entah mengapa gw merasakan bahwa perjuangan gw kurang, pengorbanan gw kurang. Tapi sebenarnya gw juga bingung, apalagi yang mau gw korbankan?? Nilai, akademik, dimarahin orang tua, ga boleh masuk rumah, sempet pernah diusir, mungkin sampai sekarang gw masih dicap anak yang bandel kali yaa sama tetangga-tetangga yang doyan ngegosip. Bahkan juga udah sampai ngorbanin temen-temen sendiri. Rela dianggap ansos, dijauhin sama temen2 yang lain karena kita saking freaknya sama latihan kita. Dibilang jelek, item, muka geseng karna panas-panasan trus tiap hari. Dimarahin pelatih (senior), dihukum, ditampar, disuruh push up, lari, teriak-teriak. Apalagi??? Entah kenapa feeling gw merasa ga enak. Walaupun bgitu, yaa seperti biasa, ada saja yang masih makan teman.

Dan tahukah kalian, apa yang terjadi saat hari itu tiba? Saat masa itu tiba? Bahkan saat lomba itu masih berlangsung, di tengah-tengah lomba, gw udah pasrah, mau nangis. Kesalahan yang sangat-sangat fatal dilakukan oleh salah seorang teman gw yang membuat satu pleton salah semua. Satu salah, salah semua. Dan itu terjadi saat lomba! Ga bisa dibayangkan bagaimana perasaan gw saat itu. Gw udah ga bisa ngomong apa-apa lagi. Saat itu, gw hanya bisa pasrah sama yang di atas. Berharap Allah memberikan yang terbaik untuk kami. Yakin bahwa Allah akan menolong kami, dengan semua usaha, perjuangan, dan pengorbanan yang sudah kami lakukan. Pegangan gw yang gw pikirkan hanya itu, karena kalo dari kualitas yang diperlihatkan saat lomba, itu benar-benar seperti tidak ada harapan. Saat itu yang terpikirkan oleh gw, yang terbaik adalah kami mendapatkan juara, apapun itu, walau hanya juara harapan. Tapi apa yang kami dapatkan?? Tidak ada. Kami, pleton putri, tidak membawa 1 piala pun. Hancur, sakit hati, down. Udah bukan nangis lagi. Bahkan saat itu, gw sebenarnya ga nangis sama sekali. Mungkin karena feeling saat hari-hari terakhir menjelang lomba yang gw rasakan, membuat gw biasa saja, seperti sudah tau apa dan bagaimana hasilnya.

Saat itu gw sempat berpikiran jelek (astaghfirullah). Gw terus memikirkan apa kesalahan kami, apa kurangnya kami saat menjalankan proses tersebut. Gw, yang percaya pada proses, peduli bagaimana proses berjalan dalam meraih suatu tujuan, sejenak langsung berganti orientasi, jadi mengarah pada hasil. Karena apa? Karena yang orang lain liat adalah hasilnya. Dewan juri melihat penampilan yang kita perlihatkan. Apakah para dewan juri tersebut peduli dengan perjuangan kita dan perlu tahu bagaimana kita latihan?? Teman-teman kami hanya melihat dari apakah kita membawa piala atau tidak. Apakah mereka peduli dengan pengorbanan kita?? Orang lain hanya mendengar kabar apakah tim kami menang atau tidak. Apakah mereka peduli dengan usaha kita?? Apakah mereka peduli bahwa kami sudah berusaha sekuat tenaga latihan panas-panasan, sakit-sakitan, dan segala macem?? Dalam masa-masa suram itu, gw menyesal karena hasil yang didapat benar-benar sangat tidak diharapkan. Tapi entah kenapa, sebenarnya gw bingung apa yang mau disesali. Semuanya udah gw lakukan. Apalagi?? Saat itu, gw bingung, apa yang nanti bisa kami pertanggungjabakan pada kpala sekolah, pada semua massa sekolah. Apalagi yang bisa kami bela dihadapan teman-teman kami yang mencemoohkan kami? Beralasan untuk mengharumkan nama sekolah? Tapi apa yang kami dapat? Ga dapet piala kan? Mereka akan semakin menertawakan kami.. Mungkin itu merupakan masa tersuram yang prnah gw rasakan.


Lalu gw merenung…
Dan membuat pemikiran lain. bahwa gw mampu bertahan sampai sejauh itu bukan karena hanya ingin memenangkan lomba, tapi karena tman-teman gw, karena mereka, karena kebersamaan yang terbentuk dari berbagai macam tekanan-tekanan yang ada. Gw betah berada di samping mereka, di sisi mereka. Di situlah gw seperti menemukan keluarga kedua gw. Dari situ, gw sadar bahwa Allah memiliki tujuan lain untuk kami. Kami menjadi angkatan yang boleh dibilang paling kompak di antara angkatan-angkatan yang pernah ada. Dan satu hal yang terpenting adalah efek dari kekalahan itu yang membuat kita berpikiran dan semangat untuk balas dendam di tahun berikutnya. Dalam hal ini, balas dendam yang positif. Sehingga kami tidak ingin angkatan di bawah kami merasakan hal yang sama sakitnya dengan yang kami rasakan. Keberhasilah seorang murid adalah kebrhasilan gurunya. Itulah yang kami pelajari dari hal ini bahwa Keberhasilan suatu tim adalah keberhasilan pelatihnya. Sugesti gw saat itu adalah, yang salah bukan angkatan gw, tapi angkatan yang melatih gw. Dan gw bertekad akan membuat angkatan di bawah gw menjadi juara.
Dan itu terbukti, kekalahan itu akhirnya bisa terbalaskan. Angkatan di bawah kami mendapatkan 3 piala kalo tidak salah juara 1 putri, juara 2 putra, juara favorit. Dan angkatan selanjutnya, sekolah kami memborong semua piala, sehingga mendapatkan gelar juara umum.
Mungkin itulah maknanya.




Lalu sekarang apa?
Sekarang, gw seperti kembali lagi melakukan sebuah perjuangan dan pengorbanan. Kali ini, 6 bulan untuk 12 menit. Banyak statement2 yang gw lihat, gw dengar dari orang-orang, lewat satusnya, notesnya, blognya, omongannya langsung, atau yang lain, yang memberikan semangat dalam sebulan terakhir menuju kompetisi GPMB. Dari statement2 tersebut kalo bisa disimpulkan adalah sebagian dari kami seprti sudah kehilangan tujuan, semangat, kurang pengorbanan, kurang perjuangan. Gw tidak menyamakan atau menganalogikan seperti kasus yang gw ceritakan di atas. Tapi entah kenapa setiap gw melihat statment2 yang berhubungan dengan hari-hari menjelang kompetisi, yang langsung terlintas di kepala gw adalah pengalaman gw 4 tahun yang lalu itu.

Bahwa kalo hanya gw sendiri yang berjuang, atau hanya beberapa orang yang berkorban, tidak menutup kemungkinan bahwa hasilnya akan menjadi tidak jauh berbeda dengan pengalaman gw di atas. Kita ini satu tim, kalo mau berhasil, ya harus semua bagian dari tim tersebut yang berjuang dan berkorban. Tidak ada lagi yang makan teman.

Hari-hari menjelang kompetisi, gw tidak berani untuk memiliki suatu feeling. Gw hanya bisa berharap dan selalu berpikiran positif kepada yang di atas, kepada teman-teman seperjuangan gw, dan kepada orang-orang yang turut andil dalam rangkaian keberjalanan mengikuti kompetisis ini. gw tidak akan menyerah karena kita masih punya waktu kawan, even itu hanya hitungan menit lagi.

Dari statement2 temen2 gw itu, banyak yang mempermasalahkan masalah perjuangan. Atau berharap pada perjuangan semata, atau hanya berpegang pada perjuangan semata. Dunia ini tidak selamanya bisa dipandang indah kawan. Kalo perjuangan itu saja tidak bisa terpenuhi, apalagi yang bisa kita tawarkan untuk memenangkan kompetisi itu?? Berharap hanya pada kebruntungan semata saja???

Mungkin contohnya seperti yang sudah gw ceritakan di atas. Dewan juri hanya melihat apa yang kita tampilkan. Apakah mereka peduli dengan apa yang sudah kita perjuangkan? Apakah mereka peduli bahwa selama ini kita sebenarnya kesusahan nyari tempat latihan? Apakah mereka peduli bahwa anak-anak ITB tu tuganya banyak sehingga ga punya waktu banyak buat latihan?? Apakah mereka peduli bahwa karena latihan, kita jadi bolos kuliah, ga ngerjain tugas, ujian jadi ga bisa. Apakah mereka peduli dengan hal itu???


26 Desember 2010. Tanggal yang sama, namun bulan dan tahunnya berbeda. Tempat dan jenis kompetisi yang diikutinya pun berbeda. Bohong kalo gw bersikap biasa saja dan tidak punya kekhawatiran terhadap hal itu. Gw sangat sangat sangat khawatir. Kasus-kasus yang terjadi hampir sama. Dua orang bagian dari kami tidak ikut lomba dan digantikan karena sakit. Sama seperti yang sekarang. Udah 2 orang yang diganti. Latihan makin menjelang kompetisi, orang-orang yang datang tidak mengalami peningkatan. Gw khawatir, sangat sangat khawatir. Gw takut, takut feeling itu muncul kembali.
Satu yang bisa gw berikan pendapat, bahwa jangan sampai ada kata penyesalan. Bila kalah, kalahlah dengan rasa bangga tanpa penyesalan. Bahwa kita sudah memberikan semua apa yang kita punya dan kita bisa. Bahwa semua perjuangan dan pengorbanan telah kita lakukan dan berikan, sehingga tidak ada lagi yang patut kita sesalkan.

Satu hal lagi yang bisa gw katakan berkaitan dengan suatu perjuangan. Bahwa Allah pasti memberikan jalan yang terbaik untuk kita. Satu lagi perjuangan yang gw rasakan saat mengikuti kompetisi DMC. Memang bukan 6 bulan untuk 12 menit, namun sekitar 2 bulan. Perjuangan yang gw lalui dengan sangat cepatnya sehingga sebenarnya gw kurang bisa menikmati proses itu. Namun, banyak hal signifikan yang terjadi dalam 2 bulan itu yang seperti atau paling tidak memberikan bekas berharga dalam perjalanan atau pengalaman hidup gw.

Untuk 6 bulan dengan sisa waktu sebulan ini, nikmatilah proses tahap demi tahap yang terjadi. Karena walaupun orang lain melihatnya dari sisi luarnya saja atau dari hasilnya saja, tapi paling tidak ada suatu kenangan indah yang membekas dan bisa dijadikan suatu cerita yang bisa kita banggakan dari pengalaman hidup kita.

Ini bukanlah suatu statement “menyerah”. Karena gw sampai saat ini belum menyerah dan tidak akan menyerah sampai kapanpun. Yakinlah bahwa setiap bagian dari diri kalian sangat berarti, setiap kontribusi dari kalian sangatlah brmakna, sekecil apapun itu. Karena Allah itu adil. Dan Dia Maha Melihat. Dan Dia Maha Penyayang. Dan saya percaya.

Untuk perjuangan dan pengorbanan yang sekarang ini harus sangat kuat. Dan kepercayaan gw harus sangat kuat. Gw percaya bahwa teman-teman gw ga akan ngecewain gw. Dan gw juga akan pernah mengecewakan mereka. Gw percaya bahwa mereka akan memberikan kenangan indah buat gw, cerita yang bisa gw banggakan, pengalaman yang sangat berharga buat gw. Gw percaya Allah akan memberikan yang terbaik. Gw percaya, gw bersama teman-teman yang lain bisa memberikan yang terbaik. Dan gw percaya, kita bisa menang, memenangkan kompetisi tersebut, dapet juara, bawa pulang piala. Gw mau, gw bisa, gw rela, karena gw percaya.


Tujuan gw menulis ini sebenarnya bukan apa2,, Cuma tiba2 terlintas pengalaman ini aja. Yaaa… Cuma nge-share pengalaman. Kalo, gw dulu pernah berjuang, namun hasilnya kurang memuaskan. Gw ga mau perjuangan yang sekarang berakhir mengenaskan. Gw mau perjuangan gw kali ini berakhir bahagia.
Gw, bersama teman-teman seperjuangan gw yang sekarang ini, akan terus berjuang sampai akhir. Dan saya berjanji, tidak akan mengecewakan kalian, kawan. Dan gw juga percaya, mereka tidak akan mengecewakan saya. Ayo, kita berjuang sampai titik darah penghabisan!!!





1 Desember 2010